Makalah
: Fiqhi Muamalah
HIWALAH
(Pengalihan Utang)
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Mata Kuliah
Fiqhi
Muamalah Pada Semester II Program Studi Kependidikan Islam
Disusun
Oleh
VAIN
HADRAMI HAMID
JURUSAN
TARBIYAH/KI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN
QAIMUDDIN
KENDARI
2013
KATA
PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ
الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.
Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkah dan karunia-nya
manusia dapat menikmati indahnya alam ini. Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabatnya yang telah membawa dunia ini kepada kedamaian, ilmu pengetahuan
dan peradaban yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.
Berkah rahmat
Allah dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Al-Hawalah (Pengalihan Utang)’’Makalah ini disusun
untuk melengkapi Tugas
Mata Kuliah Fiqih Muamalah.
Kesempurnaan
hanya milik Allah SWT semata, Penulis sadar bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak, terutama bagi para Pembaca Yang Budiman, untuk kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang.
Kendari,
01 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hawalah............................................................................ 2
B.
Dasar
Hukum Hawalah....................................................................... 3
C.
Rukun
dan Syarat Hawalah................................................................ 4
D.
Jenis-jenis
Hawalah............................................................................. 5
E.
Hakikat
Hawalah................................................................................. 6
BAB III PENETUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................... 7
B.
Saran.................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembang pesatnya
suatu transaksi yang berlandaskan syariah khususnya dibidang bisnis jasa.
Seperti lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang mengatas
namakan hukum islam di dalamnya akan tetapi dalam pelaksanaannya sangat jauh
sekali dengan hukum islam, untuk itu sebagai umat islam, kita harus mengetahui
syariah dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku. Makalah yang kami buat
ini akan memaparkan akad hiwalah yang merupakan salah satu akad terbaru yang
bernotaben atas dasar tolong-menolong. Sungguh menarik untuk diketahui oleh
kita semua selaku umat islam tentang akad hiwalah ini yang sudah pasti kita
akan temukan bila bertransaksi di lembaga pembiayaan syariah.
Akan tetapi, kita juga harus
mengerti bagaimanakah akad hawalah dalam islam, karena sebagai umat islam kita
wajib mengetahui segala aspek hukum yang kita gunakan dalam kehidupan kita.
Maka
dari itu dalam makalah ini kami akan memeparkan pelaksanaan dalam akad hawalah
dan juga beberapa informasi aktual yang berhubungan dengan Hiwalah, agar
nantinya kita bisa memahami proses pelaksanaan Hiwalah yang terjadi
dimasyarakat, khususnya masyarakat Islam sendiri, sehingga ketika ada yang
kurang sesuai dengan syariah, kita bisa meluruskannya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari Hawalah ?
2. Apa dasar hukum dari hawalah ?
3. Bagaimanakah rukun dan syarat
Hawalah ?
4. Berapakah jenis-jenis dari Hawalah ?
5. Apa sebenarnya hakikat dari Hawalah
?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hiwalah
Secara
bahasa
pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang mempunyai arti
lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah
memindahkan dan mengalihkan.
Penjelasan yang dimaksud adalah
memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi
tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang).
Sedangkan pengertian Hiwalah secara
istilah, para Ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai
berikut:
1.
Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah
adalah:
“Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang
berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula”.
2. Al-jaziri berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan Hiwalah adalah:
“Pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi
tanggung jawab orang lain”.
3. Menerut Idris Ahmad, Hiwalah adalah:
“Semacam
akad (ijab qobul) pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang
kepada orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang
memindahkan”.
Pada dasarnya definisi yang di kemukakan
oleh ulama Hanafiyah dan jumhur ulama fiqh di atas sekalipun berbeda secara
tekstual, tetapi secara subtansial mengandung pengertian yang sama, yaitu
pemindahan hak menuntut utang kepada pihak lain ( ketiga ) atas dasar persetuan
dari pihak yang memberi utang.[1]
B.
Dasar Hukum Hiwalah
1.
Al-Qur’an
Allah Swt
berfirman:
$yg•ƒr'¯»tƒالَّذِيْنَ
كَاتِبٌ ءَامَنُواْإِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوْهُ
فَلْيَكْتُبْ
بِاالْعَدْلِ بَّيْنَكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 282)
2. Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang
kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang
yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih(diterima pengalihan
tersebut)”.(HR Jama’ah).
Pada hadits ini Rasulullah
memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang
menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima
hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang
dihiwalahkannya (muhal'alaih), dengan demikian haknya dapat terpenuhi
(dibayar).
Kebanyakan pengikut mazhab Hambali,
Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az Zahiriyah berpendapat : bahwa hukumnya wajib bagi
yang menghutangkan (da'in) menerima hiwalah, dalam rangka mengamalkan perintah
ini. Sedangkan jumhur ulama berpendapat : perintah itu bersifat sunnah.
3.
Ijma’
Para ulama
sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak
berbentuk barang/ benda, karena hawalah adalah perpindahan utang, oleh sebab
itu harus pada utang atau kewajiban finansial.
C. Rukun
dan Syarat Hiwalah
1.
Rukun
Menurut
mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari pihak
pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak
ketiga.
Menurut
mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:
1.
Pihak
pertama, muhil (المحيل):
Yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang,
2.
Pihak
kedua, muhal atau muhtal (المحال او المحتال):
Yakni orang berpiutang kepada muhil.
3.
Pihak
ketiga muhal ‘alaih (المحال عليه):
Yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar
hutang kepada muhtal.
4.
Ada
hutang pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih (المحال به):
Yakni hutang muhil kepada muhtal.
5.
Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama
Utang muhal ‘alaih kepada muhil.
2. Syarat Hiwalah
Persyaratan
hiwalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih.
Persyaratan yang berkaitan dengan
Muhil, ia disyaratkan harus, pertama,
berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika
ia berakal dan baligh. Hiwalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak
kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang
bertanggung secara hukum. Kedua,
kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian kepemilikan
sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu persyaratan ini
diwajibkan para fukoha terutama untuk meredam rasa kekecewaan atau
ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan
Muhal. Pertama, Ia harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus
dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan
dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia
menerima akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan
Muhal Alaih. Pertama, sama dengan
syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena
tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di
luar majlis.
Persyaratan yang berkaitan dengan
Muhal Bih. Pertama, ia harus berupa
hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk
hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan
pelunasan atau penghapusan.
D.
Jenis-Jenis Hiwalah
Ada
dua jenis hawalah yaitu hawalah muthlaqoh dan hawalah Muqoyyadah.
a. Hawilah Muthlaqoh terjadi jika orang
yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain ( orang kedua) mengalihkan hak
penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang
kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan
B kepada C, sementara C tidak punya hubungan hutang pituang kepada B, maka
hawalah ini disebut Muthlaqoh. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah
sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.
b. Hawilah Muqoyyadah terjadi jika
Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada Muhal Alaih karena yang terakhir
punya hutang kepada Muhal. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan
kesepakatan para ulama.
Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan menyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahny, maka sahlah hawalahnya. Tetapi jika salah satunya berbeda, maka hawalah tidak sah.
Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan menyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahny, maka sahlah hawalahnya. Tetapi jika salah satunya berbeda, maka hawalah tidak sah.
Hiwalah
Haq
Hiwalah ini adalah pemindahan
piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan
dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil adalah pemberi
utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang
yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini
terjadi jika piutang A mempunyai hutang kepada piutang B.
Hiwalah
Dayn
Hiwalah ini adalah pemindahan hutang
kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hawalah
Haq. Pada hakekatnya hawalah dayn sama pengertiannya dengan hawalah yang telah
diterangkan di depan.
E.
Hakikat Hiwalah
Kalangan
Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa hawalah adalah pengecualian dalam
transaksi jual beli, yakni menjual hutang dengan hutang. Hal ini karena manusia
sangat membutuhkannya. Hal ini juga merupakan pendapat yang paling dianggap
sahih di kalangan Syafi’iah dan juga menurut salah satu riwayat di kalangan
Hanabilah. Dasarnya adalah Hadist yang artinya : jika salah seorang dari kamu sekalian dipindahkan hutangnya kepada
orang kaya, maka terimalah (HR.Bukhari dan Muslim)
Yang
sahih menurut Hanabilah bahwa hiwalah adalah murni transaksi irfaq (memberi
manfaat) bukan yang lainnya.
Ibnu al-Qayyim berkata,
“Kaidah-kaidah syara’ mendukung dibolehkannya hiwalah, dan ini sesuai dengan
qiyas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring
dengan berkembang pesatnya suatu transaksi yang berlandaskan syariah khususnya
dibidang bisnis jasa. Seperti lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang mengatas namakan hukum islam di dalamnya akan tetapi dalam
pelaksanaannya sangat jauh sekali dengan hukum islam, untuk itu sebagai umat
islam, kita harus mengetahui syariah dan tidak melanggar norma-norma yang
berlaku.
Tapi
sebelumnya kita juga harus mengerti bagaimanakah akad hawalah dalam islam,
karena sebagai umat islam kita wajib mengetahui segala aspek hukum yang kita
gunakan dalam kehidupan kita. agar nantinya kita bisa memahami proses
pelaksanaan Hiwalah yang terjadi dimasyarakat, khususnya masyarakat Islam
sendiri, sehingga ketika ada yang kurang sesuai dengan syariah, kita bisa
meluruskannya.
B.
Saran
Allah
swt sangat menyukai orang yang menjunjung tinggi agamaNYA, serta menganjurkan
kita untuk tampil terdepan dalam membela agama Allah. Hal tersebut bisa
terwujud jika kita benar-benar memahami islam dengan benar dan sunguh-sungguh.
Memahami islam dapat kita lakukan
dalam berbagai aspek kehidupan diantaranya melalui mau dan bisa memahami dan
menguasai hukum, syari’at dan kaidah-kaidah di dalam islam itu sendiri.
[1]
Hendi Suhendi, fiqh muamalah,
(Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2005.), h. 99, 100.
[2]
Sulaiman Rasyid, Fiqh islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.), h. 312.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar