Senin, 18 Mei 2015

Pendekatan Dalam Memahami Islam



Makalah : Metode Studi Islam


PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI ISLAM


Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Mata Kuliah
Metode Studi Islam Pada Semester I Program Studi Kependidikan Islam
Dibimbing Oleh Dr. Supriyanto, M.Ag.

Disusun
Oleh Kelompok VIII


VAIN HADRAMI HAMID
MARDIAH



JURUSAN TARBIYAH/KI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt dan Shalawat kepada Rasulullah saw, karena makalah untuk mata kuliah metode studi islam ini dapat terselesaikan.

Namun, karena kami yang menyusun makalah ini adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, maka mungkin makalah ini banyak kekurangan ataupun kesalahan baik dalam segi penulisan maupun penyusunannya, hingga membuat makalah ini kurang sempurna, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Namun, kami berharap makalah ini dapat memperluas dan menambah wawasan anda tentang memehami islam.

Mudah-mudahan Bapak Dosen pembimbing dan teman-teman sekalian dapat menerima dan mendapat ilmu dari makalah ini, kritik dan saran anda sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.

Demikian, semoga bermanfaat.


Kendari,  06-12-2012








                                                         DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................            i
KATA PENGANTAR.................................................................................            ii
DAFTAR IS...................................................................................................            iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................................            1
B.     Rumusan Masalah...............................................................................            1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kebudayaan......................................................................            2
B.     Pengertian Gender...............................................................................            2
C.     Pendekatan Kebudayaan.....................................................................            4
D.    Pendekatan Gender.............................................................................            5
E.     Hubungan Islam, Kebudayaan, dan Gender.......................................            6
BAB III PENETUP
A.    Kesimpulan..........................................................................................            8
B.     Saran....................................................................................................            8
DAFTAR  PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia hidup dan diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna, yaitu dilengkapi dengan seperangkat akal dan pikiran. Dengan akal pikiran manusia dapat mencari dan memehami islam itu dengan benar. Memahami islam adalah proses dimana kita mencari pendekatan-pendekatan islam dalam berbagai segi aspek kehidupan diantaranya pendekatan dalam memahami islam melalui budaya dan gender
Memahami islam sebagai jalan yang lurus, untuk memahami mana yang haq dan yang bathil . Yang dapat bermaanfaat  bagi mmasyarakat pada umumnya terlebih kebahagiaan  kita didunia  dan diakhirat kelak.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamanya, tanpa memahami islam dan mengamalkannya. Pernyataan tersebut harus dibuktikan dengan melaksanakan segala konsekuensi dari islam. Untuk itu, memehami islam merupakan jalan menuju kebahagian yang hakiki. Seorang muslim dituntut untuk harus memahami islam.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa defenisi budaya dan gender ?
2.      Apa defenisi pendekatan kebudayaan dan gender ?
3.      Apa hubungan islam, budaya, dan gender ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KEBUDAYAAN DAN GENDER
1.      Pengertian kebudayaan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk kebudayaan.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya . Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya dan diwarisi kebudayaan tersebut.[1]
            Kebudayaan juga bisa di defenisikan sebagai hasil cipta, karsa, dan rasa, pengertian kebudayaan adalah konteks penilaian keberhasilan manusia dalam menaklukan alam. Karena dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak menciptakan kebudayaan, atau kebudayaan bukanlah hasil cipta, rasa, dan karsa seseorang; tetapi justru seseorang hidup dengan mengikuti kebudayaan yang ditransmisikan atau diajarkan kepadanya oleh seseorang atau masyarakat.[2]
2.      Pengertian Gender
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
Dalam dalam masyarkat.[3]
 Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Sedangkan Gender menurut pandangan islam adalah suatu konsep, rancangan atau nilai yang mengacu pada system hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat, yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi ’budaya’ dan seakan tidak lagi bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan. Apalagi kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, gender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam bawah sadar kita seakan mutlak dan tidak bisa lagi diganti.Jadi, kesetaraan gender adalah suatu keadaan di mana perempuan dan laki-laki sama-sama menikmati status, kondisi, atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud secara penuh hak-hak dan potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan alamnya.[4]


B.     PENDEKATAN ISLAM MELALUI KEBUDAYAAN DAN GENDER
1.      Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan juga bisa digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyaarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaraan. Kita misalnya membaca kitab fiqhi, maka fiqhi yang merupakan pelaksanaan dari nash Alquran maupun hadist sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melelui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengajarkan ajaran agama.[5]
Konsep kebudayaan juga dapat digunakan sebagai alat untuk melihat dan mengkaji serta memahami agama yang hidup dalam masyakat. Landasan dasar pemikiranya adalah bahwa setiap kebudayaan adalah unik dan tidak sama dengan kebudayaan yang lain, bahwa setiap masyarakat mempunyai kebudayaan masing-masing, dan bahwa setiap agama  untuk dapat berpijak di bumi atau hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat haruslah menjadi pedoman yang diyakini kebenarannya bagi kehidupan suatu warga masyarakat.
Jadi, suatu agama untuk dapat hidup dan berkembang serta lestari dalm masyarakat haruslah menjadi kebudayaan bagi masyarakat tersebut. Karena setiap masyarakat itu mempunyai kedudukan yang digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidup guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang harus dipenuhi guna kelangsungan hidupnya yang mencangkup kebutuhan biologi, kebutuhan social, dan kebutuhan adab yang integrative.
Dalam pendekatan ini, agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan-keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat, yang dimana pengetahuan dan keyakinan tersebut menjadi patokan-patokan sacral yang berlaku didalam hampir semua kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga tindakan-tindakan pemenuhan kebutuhan manusia dapat menjadi beradab, penuh dengan ciri-ciri kemanusian yang dibedakan dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan biologis dan sosial hewan.[6]
2.      Pendekatan Gender
Dalam masyarakat islam, perempuan menempati kedudukan penting yang tak pernah terjadi di zaman sebelum adanya islam, tidak ada undang-undang atau aturan pada saat itu yang memberikan hak-hak kepada perempuan, seperti yang diberikan oleh islam. Hal itu disebabkan islam datang membawa prinsip persamaan di antara seluruh manusia. Tidak ada perbedaan antara satu individu dengan yang lain.
Pendekatan yang dilakukan islam melalui gender, yaitu dengan meyuarakan tidak adanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, sebab sebagian mereka berasal dari sebagian yang lain, laki-laki dari perempuan dan perempuan dari laki-laki. Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam hal esensi alami.[7]
Islam yang datang pada masa budaya jahiliyah dengan tujuan untuk memperbaikinya. Islam mengajarkan tauhid dimana hanya Allah yang harus disembah, tauhid mengajarkan pembebasan dari tuhan-tuhan kecil (seperti kekuasaan, uang, penindasan). Makna Tauhid akhirnya untuk kesetaraan, dan keadilan yang merupakan nilai-nilai universal.
Selain itu, Islam menekankan bahwa kita harus mengacu hal yang bisa dipercaya akal sehat manusia. Maksudnya Islam mengajarkan bagaimana cara beragama dengan cara yang rasional. Bagaimana hubungan manusia dan Tuhannya dengan cara taqwa. Ketaqwaan seseoranglah yang dinilai oleh Tuhan. Bukan karena jenis kelamin, orientasi seksual maupun jenis kelaminya.
Sehingga sebagai manusia, kita tidak bisa memberikan penilaian kepada manusia lainnya karena manusia adalah mahluk yang dinilai oleh Tuhan. Dalam upaya pencapaian taqwa, manusia melakukan ritual keagamaan seperti sholat (dalam konteks Islam) dengan tujuan mencegah keji dan munkar. Keji dan munkar dalam konteks ini artinya kegiatan yang mencelakai manusia lainnya.
Padahal esensinya agama harus memberikan manfaat kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar. Tuhan tidak memerlukan apapun dari manusia karena dia adalah pencipta.
Islam juga menjelaskan tentang kepemimpinan laki-laki yang banyak salah dipahami. Dalam intepretasi (pemahaman) yang tepat di bahasa Arab bahwa laki-laki itu adalah mitra dari perempuan. Bukan pemimpin terhadap perempuan. Dalam sejarah Rasullah, dalam kehidupan berkeluarga nabi Muhammad dan Siti Khadijah, justru Khadijah-lah yang menjadi pemimpin dalam keluarga karena ia yang mengatur keuangan keluarga dan mencari nafkahnya. Bahkan Rasullah selalu berdiskusi dengan istrinya Khadijah ketika akan mengambil sesuatu keputusan.
Karena dalam ajaran Islam, baik perempuan maupun laki-laki harus menjadi khalifah fil ard yaitu pemimpin umat. Sehingga jika ingin belajar agama, sebaiknya diiringi dengan belajar sejarahnya juga.[8]

C.    HUBUNGAN ISLAM, BUDAYA, DAN GENDER
Karakteristik ajaran islam dalam bidang kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi islam terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis kebudayaan, melainkan kebudayaan yang sejalan dengan islam.[9]
Bagi orang ber-Tuhan (islam), alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan. Dengan demikian agama dapat ikut mempengaruhi terciptanya kebudayaan, sedangkan kebudayaan tak dapat menciptakan agama. Jadi, jelas agama bukan bagian dari kebudayaan tetapi berasal dari tuhan, kebudayaan menurut islam ialah mengatur hubungan manusia dan alam nyata, juga mengatur alam ghaib, terutama Yang Maha Esa.
Seorang ahli sejarah kebudayaan dunia barat Prof. H. A. Gibb berpendapat bahwa “ Islam adalah lebih dari pada suatu cara-cara peribadatan saja, tetapi merupakan suatu kebudayaan dan peradaban yang lengkap ”, kelebihan islam dari agama-agama lain, bahkan islam memberikan dasar yang lengkap bagi kebudayaan dan peradaban. Jadi, islam adalah agama fitrah bagi manusia, agama yang hakiki murni, terjaga dari kesalahan dan tidak berubah-ubah. Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, oleh sebab itu jelas bahwa islam memberi dasar yang cukup kepada manusia untuk hidup berkebudayaan. Disamping urusan akhirat, urusan duniapun mendapat perhatian yang besar.[10]
Ketika islam datang sebagai petunjuk, kabar gembira, dan peringatan bagi manusia. Penerapan kesetaraan genderpun berlaku. Kedudukan perempuan yang dulunya sering di bawah dari laki-laki di rombak. Kedudukan perempuan diangkat dan dihilangkan segala bentuk kezaliman dan kesewenang-wenangan. Islam menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki punya kedudukan yang sama, tidak lebih dan tidak kurang. Sebab, keduanya adalah makhluk yang berasal dari satu diri.
Sejak awal kedatangannya, Islam menjadikan perempuan sama dengan laki-laki. Jadi, perempuanpun sama dengan laki-laki dalam kemanusiaan dan hak-hak secara umum, terkecuali dalam hal-hal tertentu yang dengan teks hokum khusus.[11]





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam memahami islam kita harus mengacu dari berbagai aspek kehidupan, diantaranya aspek budaya dan aspek gender. Dimana aspek budaya dan gender sangat berperan penting dalam menilai dan memahami islam tersebut.
Islam adalah adalah agama yang universal sehingga dalam memahaminya jangan hanya dari satu aspek saja. Diantaranya kebudayaan, di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Sedangkan gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Dan jika kita memahami islam itu hanya dari satu segi aspek kehidupan saja, maka yang terjadi adalah kesenjangan. Dan jelas hal tersebut membuat kita sesat dalam memahami islam itu sendiri.
B.     SARAN
Allah swt sangat menyukai orang yang menjunjung tinggi agamaNYA, serta menganjurkan kita untuk tampil terdepan dalam membela agama Allah. Hal tersebut bisa terwujud jika kita benar-benar memahami islam dengan benar dan sunguh-sungguh.
Memahami islam dapat kita lakukan dalam berbagai aspek kehidupan diantaranya melalui budaya dan gender.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, metodologi studi islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Husein Insawan, metodologi studi islam, Kendari:  2008.
Ikhwan Fauzi, perempuan dan kekuasaan, Jakarta: AMZAH, 2008.
Eti Nur Unah, ilmu budaya dasar, Kendari:  2007.






[1] Abuddin Nata, metodologi studi islam ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 49.
[2] Husain Insawan, metodologi studi islam (Kendari:  2007), h. 52.
[3] http ://www.menegpp.go.id./aplikasidata/index.php?option=com content&view=category&layout=blog&id=52&Itemid=117

[4] http://www.iac.or.id/gender-dan-islam/#ULwmXHPk1wE
[5] Abuddin Nata, metedologi studi islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 50.
[6] Husain Insawan, metedologi studi islam, (Kendari  2007), h. 58.
[7] Ikhwan Fauzi, perempuan dan kekuasaan, (Jakarta: AMZAH, 2008), h.12.
[8] http=//www.iac.or.id./gender-dan-islam/#ULwmXHPk1wE
[9] Abuddin Nata, metedologi studi islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 85.
[10] Eti Nur Unah, ilmu budaya dasar,  (Kendari:  2007), h. 99.
[11] Ikhwan Fauzi, perempuan dan kekuasaan, (Jakarta: AMZAH, 2008), h. 9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar